Pages

Sabtu, 05 Oktober 2013

Kerinduan yang Berakhir Dengan Air Mata

Selalu saja kudapati tentang angin berbisik bersuara merdu kerinduan. Kisah lalu menjadi sebuah inspirasi berwujudnya kelukaan nan panjang.

Siang itu didepan komputer tempat kerja.

"Assalaumu'alaikum..." Kudapati sapa seorang sahabat lama dalam obrolan Facebook.

"Wa'alaikum salam..." balasku dengan cepat.

“Kang, apakah seorang laki-laki suka merindukan perempuan yang pernah hadir dalam kehidupannya?” Tanyanya seraya ia merindukan seseorang yang pernah menghiasi hidupnya, atau mungkin pernah menggoreskan tinta merah dalam lembar kisahnya. Dan sekaligus membuat aku terkejut, bukan terkejut karena dengan tiba-tiba ia menanyakan hal seperti itu, tapi aku terkejut karena seolah ia tahu akan hati ini yang memang sedang merindukan seseorang yang telah berlalu.

“Tentu, Akang pun suka merindukan dia yang telah lalu, bahkan Akang sampai menitikan air mata jika merindukannya. Namun terlepas dari itu semua, tergantung bagaimana seorang laki-laki itu memiliki cara untuk menyikapinya. Disini Akang hanya menceritakan diri sendiri, dan Akang merasa seperti itu.” Jawabku dengan sedikit panjang lebar. Dan jika yang disebrang sana tahu, ada setetes bening terjatuh mengenai tanganku. Ya, tangis kerinduan yang tak pernah tersampaikan.

“Wahhh masa Kang?! Kok, seorang laki-laki juga bisa seperti itu?” Mungkin dengan merasa heran dan seolah tak mempercayainya ia mencoba menanyakannya.

“Tentu, bahkan seorang pujangga bisa meneteskan air mata jika merindukan seseorang dan ia pun memiliki hati lebih sensitif dari pada kaum perempuan.”

Senja beringsut memasuki malam, sementara kemuning pagi masih menyisakan tangis. Dengan berkecamuk akan rasa tak dihiraukan dengan kerinduan. Kuberanikan kukatakan.

Ba’da maghrib tibanya dari pulang kerja.

“Mungkin Nisa tak pernah sadar tentang puisi-puisi kerinduan itu. Itu puisi masih bercerita tangtang kerinduan untuk Nisa. Maaf, jika Akang masih merindukan Nisa” Demikian kukirim SMS dengan rasa berat hati karena rasa takut tak dihiraukannya. Namun kerinduan telah mengalahkan segalanya.

“Iya Kang, Nisa tahu kok .” Dengan singkat ia pun membalas.

“ , Akang kira Nisa tak mengetahuinya .“ Dengan segurat senyum aku menjawabnya.

“Iya Nisa tahu, tapi Nisa gak bisa bilang apa-apa dengan keadaan yang sudah seperti ini.” Tulisnya dalam SMS sebagai jawab dari SMSku.

“Akang memahaminya. Dan Akang cukup merasa bahagia jika Nisa mengetahui tentang kerinduan Akang.”

“Alhamdulillah kita masih bisa komunikasi, karena kalau jodoh siapa yang tahu, Kang.”

“Iya Nis. Dan rasanya Akang ingin sekali meninggalkan jejak-jejak kisah kita dan menuliskan tentang kisah lain (memulai kisah baru), namun itu semua tak semudah membalikan telapak tangan. Dan kenyataan, Akang masih merindukan Nisa. “Istaqtu jiddan liru’ya kaaina, yaa habibi qolbi...!!” Dengan tetesan air mata kembali kutuliskan dan kukirimkan SMS untuknya.

“Miss you to, Kang!” Jawabnya yang membuat kelukaan semakin menyayat hingga air mata kian deras membasahi. Semua telah membawaku pada lamunan dan harapan yang terasa semakin jauh untuk kudapatkan. Namun keyakinanku tetap akan janji Allah : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar Ruum21).

“Bang, baaanngg bukannya mau makan.” Terdengar suara mama yang menyadarkan lamunanku, dan aku pun segera menghampiri serta menyeka air mata.


Sekian.